Guru yang Sehat dan Guru yang Tidak Sehat


Guru sebagai pendidik dan pengajar harus memiliki kepribadian yang sehat, karena kondisi sehat pembelajaran bisa disajikan dengan baik. Guru yang sehat saja tanpa ada persiapan mengajar dapat menyulitkan terciptanya pembelajaran dengan baik. Ada dua hal yang perlu diperhatikan guru dalam kaitannya dengan pembelajaran, yang pertama yaitu stabilitas pembelajaran dan yang kedua kualitas pembelajaran. Pertama yaitu Stabilitas Pembelajaran, Pembelajaran akan stabil bila guru berada dalam pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Adapun mengenai kondisi pembelajaran tidak stabil disebabkan oleh
  1. Kelas kosong karena gurunya tidak masuk kelas karena sakit, tidak ada kabar, atau izin.
  2. Guru tidak masuk dan memberikan tugas, namun pelaksanaan tugas tersebut ternyata dapat diselesaikan di bawah waktu yang semestinya diselesaikan jika guru tersebut mengajar di kelas.
  3. Guru lupa mengajar dan kelas tidak mengingatkan.
Dampak kemudian yang muncul adalah kelas tidak kondusif, tidak ada pembelajaran, tidak ada penambahan pengetahuan atau pendalaman materi, dan  peserta didik melakukan apa saja di luar iklim akademik yang biasa terjadi jika pembelajaran berlangsung. Yang kedua, kualitas pembelajaran dikatakan baik bila guru dengan optimal menjalankan tugas-tugasnya, komunikasi antarguru dan antarsiswa mendukung pencapaian optimalisasi pengalaman belajar siswa, pengalaman belajar siswa tercipta, dan tercapainya kompetensi yang diinginkan.
Banyak guru yang mengajar dan mendidik, namun tidak banyak guru yang mempunyai kepribadian matang. Akibat guru tidak matang secara kepribadian, siswa menjadi objek tumpahan ketidakmatangan itu sehingga siswa tidak akan pernah meraih suksesnya.
Kepribadian yang matang merupakan label positif bagi guru yang dianggap telah mencapainya.

A.    Kepribadian yang sehat dan ciri-cirinya
Pribadi sehat adalah yang menyenangkan. Sikap tidak mudah menyalahkan orang lain, kemauan untuk berkomitmen, penerimaan dan rasa syukur membuat pribadi sehat lebih mampu menghargai orang lain dan menjadikannya pribadi yang menyenangkan.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat, sebagai berikut:
1. Mampu menilai diri sendiri secara realistic; mampu menilai diri apa adanya tentang kepribadian dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
2.  Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistic dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistic; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority, kompleks, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia akan mereaksinya dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistic.
4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dilingkungannya.
6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi prustasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif, tidak deskruktif (merusak).
7. Berorientasi tujuan; dapat memutuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional) tidak ada paksaaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilannya.
8. Orientasi keluar (ekstro vert); bersikap respek, empati terhadap orang lain. Memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungnnya dan bersifat fleksibel dalam berpikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain karena kekecewaan dirinya.
9. Penerimaan social; mau berpartisifasi aktif dalam kegiatan social dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang laian.
10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh factor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).
12. Sikap positif; seorang psikolog bernama Kobassa menemukan tiga sikap positif yang sangat mendukung kesehatan pribadi, yaitu:
a.Control, yaitu orang yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menjadi penentu nasibnya sendiri. Cara pandang ini menyehatkan karena orang tidak mudah menyalahkan orang lain, situasi atau tuhan untuk kegagalan atau masalah-masalah yang dialami. Untuk setiap peristiwa baik itu yang menyenangkan atapun yang menyusahkan orang dengan keyakinan control yang tinggi ini cenderung akan melakukan refleksi atau introsfeksi diri. Dengan refleksi, orang dapat belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya sehingga pengertiannya akan terus bertambah untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan.
b.Komitmen, yaitu perasaan bertujuan dan keterlibatan dengan kegiatan-kegiatan, maupun hubungan-hubungan dengan orang lain. Dengan komitmen ini, orang-orang tidak cepat menyerah dengan banyaknya tekanan hidup, karena ia dapat meminta bantuan kepada orang lain disaat mengalami banyak tekanan. Orang dengan komitmen yang rendah seringkali memandang keterlibatan dalam kegiatan dan hubungan dengan orang lain hanya akan manjeratnya pada kewajiban-kewajiban yang melelahkan. Akibatnya, ia tidak memiliki sumber bantuan social yang dapat membuatnya bertahan ketika menghadapi tekanan hidup.
c.Tantangan, yaitu cara memandang kesulitan sebagai sesuatu yang dapat mengembangkan diri bukan mengancam rasa aman diri. Orang yang demikian adalah orang yang mau mengarahkan segenap sumber dayanya untuk menghadapi persoalan bukan menghindarinya, karena ia tahu manfaatnya untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan diri. Sebaliknya orang yang memandang persoalan hidup sebagai sesuatu yang mengancam rasa amannya, cenderung akan menghindarinya sehingga ia kehilangan kesempatan untuk lebih meningkatkan dirinya. Psikolog lain fiktor frank menemukan bahwa ternyata sikap penerimaan dan syukur membuat orang lebih mampu menghadapi penderitaan.
Jadi, pribadi sehat bukanlah pribadi yang bebas dari masalah, pribadi sehat bukan juga yang senang terus menerus, pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu menghadapi setiap persoalan hidup dengan tersenyum karena ia memiliki sikap positif terhadap setiap persoalan untuk pengembangan pribadi, membuatnya lebih mau terbuka pada setiap pengalaman manis maupun getir, menerima dan mensyukurinya.
Menurut Gordon W. Allport (1897-1967), terdapat tujuh kriteria tentang sifat-sifat khusus kepribadian yang sehat, yaitu:
1.  Perluasan dan perasaan diri, ketika orang menjadi matang, ia mengembangkan perhatian-perhatian diluar diri. Tidak cukup sekedar berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang diluar diri, lebih dari itu ia harus memiliki partipasi yang langsung dan penuh yang oleh allport disebut “partisipasi”. Dalam pandangan Allport aktivitas yang dilakukan harus cocok dan penting, atau sungguh berarti bagi orang tersebut. Jika menurut kita pekerjaan itu penting, maka kerjakan sebaik-baiknya akan membuat perasaan kita enak, dan berarti kita menjadi partisipan otentik dalam pekerjaan itu.
Orang yang semakin terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktivitas, orang, ide, ia lebih sehat secara psikologis. Hal ini berlaku bukan hanya untuk pekerjaan, melainkan juga berhubungan dengan keluarga, teman, kegemaran, dan keanggotaan dalam politik, agama, dan sebagainya,
2. Relasi social yang hangat Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk mengembangkan keintiman dan untuk rasa terharu. Orang yang sehat secara psikologis mampu mengembangkan relasi intim dengan orang tua, anak, sahabat, dan pasangan.  Ada perbedaan hubungan cinta antara orang neurotis (tidak matang) dan yang berkepribadian sehat (matang). Orang-orang neurotis harus menerima cinta lebih banyak daripada yang mampu diberikannya kepada orang lain. Cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau tidak mengikat. Orang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan, penderitaan, ketakutan dan kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Hasil dari empati semacam ini adalah kesabaran terhadap tingkah laku orang lain dan tidak cenderung mengadili atau menghukum.
Orang sehat dapat menerima kelemahan manusia, dan mengetahui dirinya juga memiliki kelamahan. Sebaliknya orang neurotis tidak mampu bersabar dan memahami sifat universal pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3. Keamanan emosional
Kualitas utama manusia sehat adalah penerimaan diri. Mereka menerima semua segi keberadaan mereka, termasuk kelemahan-kelemahan, dengan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan. Kepribadian yang sehat tidak tertawan oleh emosi-emosi, dan tidak berusaha bersembunyi dari emosi, mereka dapat mengendalikan emosi sehingga tidak menggnggu hubungan natar pribadi.
4.  Persepsi Realistis
Orang sehat memandang dunia secara objektif, mereka tidak meyakini bahwa orang lain atau situasi yang dihadapi itu jahat atau baik menurut prasangka pribadi.
5.  Keterampilan dan tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya menenggelamkan dalam pekerjaan tersebut komitmen pada orang sehat atau matng begitu kuat, sehingga sanggup menenggelamkan semua pertahanan ego, dedikasi terhadap pekerjaan berhubungan dengan rasa tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk hidup.
6.  Pemahaman diri
Memahami diri sendiri merupakan tugas yang sulit, hal ini memerlukan usaha memahami diri sendiri sepanjang kehidupan secara objektif. Orang yang memiliki objektifitas terhadap diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas pribadinya kepada orang lain (seolah-olah orang lain negatif). Ia dapat menilai orang lain secara seksama dan biasanya ia diterima dengan baik oleh orang lain. Ia juga mampu menertawakan diri sendiri melalui humor yang sehat.
7.  Filasafat Hidup
Guru yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya. Allport menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan (directness).  Keterarahan itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan alasan untuk hidup. Kita membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang bermakna. Tanpa itu mungkin kita mengalami masalah kepribadian.
B.   Kepribadian yang tidak sehat dan ciri-cirinya
Pribadi yang tidak sehat yaitu yang menyimpang dari kebiasaan pada umumnya atau bertentangan dengan norma, aturan, dan kaidah kepribadian yang seharusnya ditampilkan. Ciri-ciri kepribadian yang tidak sehat yaitu:
a.   Mudah marah (tersinggung)
b.   Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan
c.   Sering merasa tertekan / depresi/ stress
d.   Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
e.   Ketidakmampuan untuk menghindar dari prilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
f.    Kebiasaan berbohong
g.   Hiperaktif
h.   Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
i.    Senang mengkritik/mencemooh orang lain
j.    Sulit tidur
k.   Kurang memiliki rasa tanggung jawab
l.    Sering mengalami pusing kepala
m.  Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
n.   Pesimis dalam menghadapi kehidupan
o.   Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan

C.  Implikasi kepribadian guru sehat dan tidak sehat terhadap pengembangan kepribadian guru
1.   Mengikhlaskan ilmu kepada Allah
Perkara besar yang banyak di luapakan oleh sebagian besar para guru dan pengajar adalah menanamkan prinsip keikhlasan ilmu dan amal kepada Allah. Ini adalah perkara yang tidak banyak diketahui, karena jauhnya sebagian besar manusia dari manhaj rabbani. Banyak ilmu yang berguna dan pekerjaan yang besar bagi umat, namun yang mengerjakannya tidak bisa mengambil manfaat apa-apa, hilang bersama angin dan seperti debu yang beterbangan.  Seorang guru harus menanamkan sifat ikhlas ke dalam jiwa murid-muridnya, dan seorang guru juga harus membawa serta  sifat itu dalam setiap memulai pekerjaan.

2.   Kejujuran seorang guru
Sesungguhnya jujur bagi seorang guru adalah mahkota yang menghiasi kepalanya. Jika ia kehilangan sifat jujur, maka ia kehilangan kepercayaan manusia terhadap ilmu dan pengetahuan-pengetahuan yang ia sampaikan terhadap mereka. Karena pada umumnya, orang yang belajar akan menerima semua perkataan gurunya. Jika dia mengetahui kebohongan gurunya dalam beberapa hal, maka hal itu akan langsung berimbas kepadanya dan menyebabkan jatuh martabatnya di depan murid-muridnya. Jujur adalah penyelamat bagi guru baik di dunia maupun di akhirat, bohong kepada murid akan menghalangi penerimaan dan menghilangkan kepercayaan, dan bohong juga pengaruhnya sampai kepada masyarakat dan tidak terbatas kepada orang yang melakukannya.

3.  Kesesuaian perkataan dan perbuatan
Allah berfirman dalam surat Ash-Shaff ayat 2-3 :
Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? . Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”(Ash-Shaff : 2-3)
Kaitannya dengan adalah seorang guru harus mengatakan juga mengerjakannya, dalam arti kesesuaian antara perkataan dengan tindakan lebih cepat diterima daripada hanya perkataannya saja.  Adanya perbedaan antara ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh seorang guru hanya akan membuat murid berada dalam kebingungan,. Selain itu, sikap tesebut juga akan membuat murid bersikap labil.

4.   Adil dan egaliter
Para guru akan menghadapi kondisi yang beragam berkenaan dengan murid-murid mereka, baik itu berupa pembagian tugas dan kewajiban. Jika memang ada tugas-tugas tertentu yang memerlukan kerjasama kelompok, atau berupa sikap mengistimewakan sebagian dari sebagian yang lain, hendaknya guru bersikap adil dalam memberikan nilai. Tidak ada ruang bagi seorang guru untuk mencintai salah seorang dari mereka. Tidak diperkenankan pula bersikap mengistimewakan satu dari yang lainnya, baik karena kedkatan, lebih mengenal, ataupun sebab lainnya. Sikap tidak adilnya seorang guru akan menimbulkan perpecahan, ketidak harmonisan, permusuhan, dan kebencian diantara murid-murid yang ada. Selain itu mengakibatkan terciptanya jurang pemisah yang sangat dalam antara seorang guru dengan murid-muridnya. Seorang guru harus bersihat adil agar timbul rasa persaudaraan dan kecintaan di antara mereka.

5. Menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji
Tidak ada yang meragukan bahwa ucapan yang baik dan ungkapan yang terpuji akan membekas pada jiwa setiapa orang. Oleh karena itu seorang guru diperintahkan untuk mengikuti jejak Rasululloh dalam berakhlak, yaitu dengan akhlak yang mulia dan jkkesatuan yang tinggi. Kareaan sikap seperti itulah sarana yang paling baik dalam mengajar.
6. Ketawadhuan seorang guru
Tawadhu merupakan sifat terpuji. Sifat ini menjadikan pelakunya lebih terlihat agung dan berwibawa. Dampak sifat tawadhu tidak hanya kan dirasakan oleh seorang guru, tetapi juga kan dirasakan oleh para murid. Sifat ini akan menjadi dampak positif bagi mereka. Murid akan lebih menyegani gurunya, bukan takut kepada gurunya.

7. Keberanian seorang guru
Keberanian dalam arti berani menjalankan amanatnya sebagai seorang guru. Seorang guru harus berani menegur murid-muridnya yang melanggar aturan yang berlaku, tanpa ada keterkaitan apapun. Seorang guru juga harus berani mengakui kesalah yang ia lakukan, mengakui kesalahan dalam maknanya adalah memperbaiki kesalahn.
8. Canda seorang guru kepada murid-muridnya
Telah kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan lebih cenderung bersifat membosankan,. Oleh karena itu, dalam menyerapnya diharuskan ada kepekaan akal dan hati. Meskippun seorang guru memiliki kemampuan yang baik di dalam menjalankan tugasnya dan menyampaikan ilmunya, akan tetapi harus di ingat bahwa kemampuan akal seorang murid memiliki keterbatasan menyerap informasi yang di dapatkannya. Oleh karena itu, hendaklah seorang guru memasukan sedikit anekdot dalam menyampaikan pelajarannya. Hal itu dimaksudkan agara rasa bosan dan jenuh yang seringkali muncul dalam suasana kelas menjadi hilang, dan jauh dari pembelajaran yang monoton.
9. Sabar dan menahan amarah
Kesabaran adalah alat paling penting untuk kesuksesan seorang guru. Kekuatan seorang guru tersembunyi pada bagaimana ia mampu mengendalikan marahnya ketika terjadi sesuatu yang membuat marah, dan bagaimana ia mampu menguasai akal sehatnya. Dengan cara perlahan dan latihan yang panjang maka seorang guru akan mampu menguasai dan mengontrol diri.
10.  Menghindari ucapan kotor dan keji
Ucapan keji, menghina,dan mengupat orang lain adalah sifat tercela, khususnya bagi seorang guru. Seorang guru merupakan tauladan yang akan di ikuti jejak langkahnya. Jika seorang guru memiliki salah satu sifat di atas, maka ia di anggap memiliki kelemahan. Bagaimanapun seorang murid akan mencontoh gurunya, baik hal yang positif maupun hal yang negatif.
11. Guru meminta bantuan orang lain
Seorang guru seringkali harus menghadapi masalah yang pelik dan rumit. Hal ini seringkali membuat dirinya resah. Sedangkan ia sendiri tidak menemukan solusi dan jalan keluar yang baik. Atau terkadang ia mendapatkan pernyataan dari seorang murid yang ia sendiri tidak mengetahui jawabannya. Hal ini tentunya membutuhkan kecerdasan dalam memisahkan persoalan yang ada, sekaligus memikirkan solusi yang harus ia berikan terhadap persoalannya. Solusinya yaitu pertama dengan berijtihad sendiri dalam menemukan solusi, kedua berusaha mencari jawaban dengan membaca buku-buku yang bersangkutan dengan persoalan tersebut, ketiga dengan menanyakan kepada orang yang dianggap bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Bermusyawarah dapat membantu seorang guru dalam menghadapi suatau permasalahan dan perkara sulit yang menjadi tangguang jawabnya, meminta pendapat orang lain tidak menujnjukan rendahnya tingkat martabat dan ke ilmuan seseorang. Bermusyawarah dapat mendekatkan seseorang kepada kebenaran.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b. Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
c. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
d. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
e.  Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
f.  Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
  • Membentuk kebiasaan belajar yang baik
  • Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
  • Menggunakan metode yang bervariasi, dan
  • Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-didiknya. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
  • Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
  • Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat: jelas, jujur dan positif.
  • Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
  • Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
  • Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
  • Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  • Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  • Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Sumber: Dadang Nurjaman/Infodiknas, dan sumber-sumber bacaan lainnya