Kado Kecil untuk Sahabat para Calon Kepala Sekolah

oleh : amakembarmone.com

Tulisan ini saya persembahkan khusus untuk para  sahabat seprofesi saya yang belum lama ini telah dinyatakan lulus pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah lingkup Pemkab Bima mau pun Kota Bima, agar nantinya bila para sahabat sudah benar-benar diberi amanah untuk menjadi kepala sekolah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan arif dan bijaksana dalam menyikapi dan menuntaskan aneka permasalahan yang bakal para sahabat hadapi di sekolah.


Hal ini saya rasa penting untuk disampaikan mengingat ada salah seorang dari para sahabat yang telah dinyatakan ‘lulus’ diklat cakep, namun pada kenyataan setelah kembali ke komunitasnya melakukan tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang  cakep, yakni bertindak arogan, kasar, mencaci, mengancam, dan berprasangka buruk kepada orang lain. 
Untuk para sahabat maklumi bahwa saya sudah cukup lama berkecimpung di lembaga pendidikan milik pemerintah/PNS ,yaitu menjadi guru di salah satu  SMP Negeri di Kabupaten Bima.

Selama itu, saya pernah mengalami  9 kali pergantian kepala sekolah, di mana dalam melaksanakan tugas kepemimpinan masing-masing memiliki ciri serta karakter kepemimpinan yag berbeda, namun tetap mampu menciptakan lingkungan kerja dalam suasana yang sejuk, penuh rasa kekeluargaan, harmonis. Sehingga tujuan institusional yang ditetapkan bersama, dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab secara bersama-sama pula. 

Sahabat, ketika seseorang calon kepala sekolah yang dinyatakan telah lulus diklat bersikap kasar ,tidak sopan, mengancam, berprasangka buruk kepada komunitasnya, adakah benar-benar telah ‘lulus’ dalam arti yang sesungguhnya? Bagaimana bila nantinya ia benar-benar telah diangkat menjadi kepala sekolah? Bukankah kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan berinteraksi social jauh lebih penting dari pada kederdasan intelektual? Itulah yang sampai sekarang mengganggu pikiran saya.

Menurut hemat saya, sebagai seorang cakep/calon pemimpin di lembaga pendidikan, patut kiranya membuka matahati dan pikirannya untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan Ajaran Luhur yang disampaikan  oleh Ki Hajar Dewantara ( Bapak Pendidikan Indonesia ) dalam hal kepemimpinan.

Ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantara ini sangat populer di kalangan masyarakat pendidikan yakni; Ing Ngarso sun Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi orang lain.

1.Ing Ngarso sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.

2.Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat . Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan.
3. Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang - orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.

Jadi secara tersirat Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani berarti figur seseorang yang baik adalah disamping menjadi suri tauladan atau panutan, tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan dorongan moral dari belakang agar orang - orang disekitarnya dapat merasa situasi yang baik dan bersahabat . Sehingga kita dapat menjadi manusia yang bermanfaat di masyarakat.
Disamping itu, masih banyak Ajaran kepemimpinan lain yang dapat  dipelajari oleh seorang calon kepala sekolah selaku calon pemimpin. Ajaran kepemimpinan lain yang saya maksud adalah Ajaran  Asta Brata. Yaitu suatu ajaran kepemimpinan yang meniru watak-watak alam di dalam melaksanakan tugas manusia sebagai pemimpin. 
Delapan watak itu adalah :
1. Surya (matahari)
Seorang pemimpin haruslah bersifat seperti matahari, yang selalu menyinari alam semesta. Selalu memberi kehangatan. Selalu memberi. Pemimpin yang baik diharapkn selalu meneladani prinsip matahari. Yang selalu bersedia memberi tanpa berharap untuk menerima. Selalu memberi kehangatan kepada orang-orang yang dipimpinnya tanpa pernah mengeluh.

2. Candra (rembulan)
Seorang pemimpin harus dapat meniru sifat rembulan. Yang selalu memberi terang di dalam gelap. Selalu menjadi problem solver bagi orang-orang yang dipimpinnya. Sinar rembulan yangmenyejukkan selalu menjadi idaman bagi banyak orang. Begitu juga pemimpin haruslah mampu untuk memberi terang yang sejuk agar dapat mengayomi komunitasnya. Tidak bersifat dictator.

3. Kartika (bintang)
Bintang selalu dapat menjadi petunjuk bagi manusia. Ketika manusia berada di tengah laut atau di tengah padang gurun, hanya kecemerlangan bintang saja yang dapat menolongnya keluar dari kesesatan.begitu  pula pemimpin yang baik. Selalu dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang dipimpinnya. Tentu saja petunjuk yang tidak menyesatkan. Petunjuk yang dapat memberi jalan keluar bagi semua permasalahan. Bukan petunjuk yang plin-plan yang tidak konsisten. Oleh karena itu pemimpin yang baik diarapkan memiliki pengetahuan tentang segala sesuatu. Sehingga apa yang keluar dari mulutnya adalah sesuatu yang selalu bermaanfaat.

4.Bantala (tanah)
Tanah adalah komponen penting bagi manusia hidup. Di sana tempat manusia menjalani kehidupan. Seorang pemimpin yang memiliki jiwa tanah haruslah mampu untuk mengemong semua  yang berada di “atas”nya. Seorang pemimpin janganlah menjadi tipe diktator yang selalu merasa paling tinggi di atas segala-galanya. Justru pemimpin yang baik harus merendah. Low profile baik dalam kehidupan yang  terlihat masyarakat maupun dalam kehidupan pribadinya sendiri.

5. Samodra (samudera)
Samudera merupakan muara dari ratusan, ribuan, bahkan jutaan sungai yang ada di dunia ini. Dia mampu menampung semuanya tanpa terkecuali. Seorang pemimpin yang memiliki watak samudera harus mampu dengan sabar menampung keluh kesah orang-orang yang dipimpinnya. Harus memiliki watak sabar yang lebih. Sebab jika ini tidak dimiliki yang terjadi adalah kegiatan grusa-grusu, asal melakukan sesuatu tanpa ada pertimbangan yang matang melalui pemikiran yang tenang.

6. Dahana (api)
Seorang pemimpin haruslah memiliki sifat api yang adil. Karena api tak pernah pilih kasih apa yang akan dibakarnya. Semua yang ada di depannya pasti akan ikut terbakar jika api sudah mulai berkobar. Begitu juga jiwa seorang pemimpin. Dia harus memiliki sifat adil kepada semua orang yang dipimpinnya. Tidak pilih kasih. Semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Bagi yang bersalah harus diberi ganjaran yang setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku.

7. Samirana (angin)
Pemimpin yang memiliki watak angin haruslah bersifat menyejukkan. Selalu memberi kesegaran bagi orang yang sedang kepayahan. Selalu memberi kesejukan bagi komunitasnya. Bukannya memberi kesan angker kapada komunitasnya. Jadi setiap permasalahan yang dihadapi dapat dipecahkan dengan sebaik-baiknya dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.

8.Jaladara (mega)
Awan  selalu bersifat menaungi. Pemimpin yang baik harus bisa menjadi tempat bernaung bagi komunitasnya. Memberi keteduhan dari segala macam krisis yang menimpa. Bukan malah membuat panik dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang  membuat gelisah bagi komunitasnya.

Demikian sekelumit ajaran Ki Hajar Dewantara serta ajaran astabrata . Hal semacam ini adalah berada dalam tataran ide. Sebagus-bagusnya suatu pemikiran atau ajaran jika tidak ada pelaksanaan secara nyata, yang terjadi hanyalah gejolak dan prasangka-prasangka negatif  maka mustahil sama sekali dapat menuntaskan segudang permasalaan yang dihadapi  di sekolah. Jadi yang terpenting adalah konsistensi untuk melakukan yang terbaik demi tercapainya tujuan pendidikan di lembaga yang dipimpinnya . Bukan menjadi pemimpin yang baik bagi orang-orang tertentu tapi tidak bagi orang-orang yang lain. Mari kita luruskan niat suci kita untuk pendidikan anak bangsa.
Salam, amakembarmone